Artikel JVGL

Mari Bernostalgia Bersama; Ronaldo & Residunya

Ronaldo meninggalkan kenangan campur-aduk di Juve (Ilustrasi oleh @jvgl )

Beberapa tahun silam, Juventus adalah komunitas yang damai (kecuali diusik duo Milan). Akan tetapi, semuanya berubah saat Mr. Instagram atau yang dikenal juga sebagai ‘Fakir Gol Freekick’ datang menyerang.

Era sebelum datangnya Ronaldo adalah masa yang cerah. Seperti kita stuck di musim semi. Menang 4-0 lawan Udinese? Wih, euforianya ibarat menang Champions League kontra Bayern Munich. Menang 1-0 lawan Genoa? Euforianya juga sama. Bahkan hasil seri 0-0 lawan Mönchengladbach di Allianz Stadium pun tetap dirayakan karena poin yang didapatkan menjadi penyambung asa demi lolos ke 16 besar. Siapapun yang menjadi pencetak gol tidak pernah menjadi masalah, karena selalu saja yang dilihat pertama kali oleh mereka yang ketiduran atau sengaja tidak nonton siaran langsung akibat umur, saat mengecek replay atau highlights, adalah menang atau tidak. Masa-masa itu, kita mudah sekali untuk puas bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun.


Hal ini berubah 180 derajat setelah satu-satunya pemain Juventus yang tak bisa melafalkan ‘Juve’ dengan benar, datang. Datangnya pemain yang digadang-gadang bakal membawa bianconeri menjuarai Champions League ini, secara otomatis membuat para penggemarnya yang berjumlah ratusan juta tersebut juga ikut pindah ‘mendukung’ klub barunya.

Di aspek popularitas, hal ini adalah sesuatu yang positif. Bagaimana tidak? Jumlah pengikut media sosial akun resmi Juventus terdongkrak. Bahkan, liga Serie A juga ikut-ikutan mendapat percikan popularitasnya, tercermin di setiap video highlights Juventus yang mereka upload di Youtube, terlepas dari Ronaldo cetak gol atau tidak, gambarnya tetap menjadi thumbnail videonya demi menjadi magnet penonton. Popularitas yang melejit ini juga berdampak ke penjualan jersey Juventus, terutama jersey yang memiliki nameset Ronaldo.

Midrar Moslem shirt

Namun, semua hal tersebut menjadi tak berarti apa-apa tatkala di atas lapangan, Juventus tidaklah menjadi Juventus lagi. Pelatih datang silih berganti, namun aura yang diciptakan oleh Ronaldo, tetaplah sama, yaitu bagaimana agar bola sebisa mungkin dipaksa maju ke depan ke arah dia, tak peduli situasinya terkendali atau tidak. Saya tidak tahu teman-teman Juventini & Juvedonna memperhatikan atau tidak, bahkan di jaman Conte dan trio MVP-nya (Marchisio, Vidal, dan Pirlo), aura yang seperti itu tak pernah muncul, bahkan saat hadirnya Fernando Llorente yang notabene adalah seorang targetman. Ini terbukti dengan tiadanya pemain Juventus di daftar teratas pemburu capocannoniere di masa itu. Bahkan, menjadi guyonan antar para tifosi Serie A, bahwa klub yang mendapat scudetto, pemainnya tak bisa memenangkan penghargaan top scorer.

Jika seperti itu, lalu bagaimana caranya bianconeri bisa juara? Ini karena pencetak gol tidak melulu itu-itu saja. Pembagiannya merata mulai dari striker, gelandang dan juga bek. Inilah DNA Juventus dalam satu dekade ini. Para pemain tak pernah memikirkan bagaimana caranya bola bisa sampai ke pemain tertentu. Yang utama adalah suplai ke pemain yang posisinya paling menguntungkan untuk menembak tanpa mengorbankan kondisi barisan pertahanan. Namun, para penggemar Ronaldo tak senang akan hal ini. Bagi mereka, kemenangan tiada artinya jika idola mereka tidak berhasil mencatatkan namanya di papan skor.

Awalnya, ciutan-ciutan mereka ini cuma sebatas anjing menggonggong, kafilah berlalu. Terabaikan, seperti percikan-percikan bunga api. Namun, lama kelamaan percikan-percikan ini membesar dan mempengaruhi mereka yang sudah sepuh di dunia la vecchia signora. Mayoritas jadi ikut-ikutan mencari-cari kambing hitam setiap setelah Ronaldo underperform. Pemain lah, pelatih lah, siapa saja yang bisa dikambinghitamkan.

Memang, perjalanan Ronaldo di Juve membuahkan banyak gol dan memecahkan rekor demi rekor. Tapi, ini menjadi pembeda saat dia memutuskan untuk minggat. Komunitas Juventus di seluruh belahan dunia tak lagi sama. Jika dulu, kita pesta pora saat Juve menang melawan Lazio lewat gol tunggal Dybala di injury time babak kedua, kini hal yang sama, gol tunggal di menit akhir versus Fiorentina, seolah menjadi hal yang tabu. Kita tidak lagi sama. Kita seperti mengikuti tabiat mereka penggemar CR7, yang susah untuk dipuaskan.

Inilah legacy Ronaldo di Juventus yang paling saya rasakan. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah akan pudar atau akan terus membekas.

JVGL

Fino alla fine, forza uhuuuy~

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *