Artikel JVGL

Tarkam: Wahana Bermain yang (Seharusnya) Lebih Ramai

Penulis: Yan Setia Adi*

Pada berbagai kisah dari seorang pengembara pasti akan ditemukan sebuah nilai universal, bahwa untuk mengerti tentang sesuatu harus merasakan pengalaman secara dekat dan nyata. Soe Hok Gie secara gamblang menyatakan ia tidak percaya akan slogan-slogan. Che sendiri rela meninggalkan pacar dan kenyamanan hidup demi merasakan penderitaan sesamanya dengan berkeliling Amerika Selatan. Saya yang terlanjur kepincut dengan kisah tersebut akhirnya mencoba meneladani bahkan dari sisi yang berbeda: sepakbola.

Dan tarkam menawarkan perspektif itu. Tarkam adalah tempat terdekat antara sepakbola dan pencintanya. Hanya berjarak 3 meter dari garis lapangan penonton berjajar tanpa tiket dan klasifikasi kelas. Sensasi egalitarian dipadu dengan reaksi penonton yang sangat alami. Saya sendiri menjadi penikmat tarkam sejak mulai menerima banyak lembur kantor dan banyak meninggalkan pertandingan di televisi, khususnya Serie A. Maka sore hari selepas jam kerja hingga maghrib saya menyempatkan diri untuk pergi ke lapangan terdekat.

Pertemuan saya dengan tarkam – selain karena masalah di atas – juga terkait dengan hobi baru yaitu analisis sepakbola. Di era membanjirnya konten sepakbola dan akses tontonan liga rasanya mubadzir untuk sekadar menonton dan menikmati adrenalinnya. Keinginan itulah yang membawa saya untuk lebih jauh menggali tentang analisis sepakbola. Dan tarkam adalah wahana bermain saya.

Layaknya seorang serdadu yang masih hijau, setiap hari ia ditempa dengan latihan keras dan meninggalkan segala kemudahan agar kelak menjadi kombatan yang tangguh. Bagi saya – seorang analis kemarin sore –   tarkam adalah wahana yang tepat. Analisis akan dilakukan tanpa bantuan statistik siap saji, tayangan ulang, sudut pengambilan kamera dan segala kenyamanan ketika nonton di televisi maupun stadion. Eye test, kemampuan mencatat statistik secara konvensional dan membuat kesimpulan secara langsung akan benar-benar diuji.

Selain itu dengan jarak yang cukup dekat akan lebih mungkin memahami pertandingan secara utuh. Bayangkan anda bisa mendengar hembusan nafas pemain, memperhatikan langkah maupun lari serta kontur lapangan. Saya yakin dengan mengamati lebih dekat maka kesimpulan yang dihasilkan akan semakin akurat karena objektif. Ketika sudah objektif maka secara otomatis akan meminimalisir ego dan ekspektasi berlebihan dalam analisis.

Bahkan dalam ruang yang sederhana, anda dapat belajar hal yang kompleks. Bahwa menekan ego adalah misi seumur hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebijaksanaan.

Di luar kemampuan taktikal tarkam juga menawarkan aspek lain yang cukup menarik. Satu contoh ketika saya ketika menonton tarkam selalu menyempatkan diri untuk mengobrol bersama warga sekitar, pemain maupun pelatih tim. Karena bawaan ekstrovert saya yang akut, maka rasanya gatal sekali kalau hanya diam di lapangan. Biasanya kami mengobrol bagaimana pertandingan berjalan maupun di luar itu: urusan IPOLEKSOSBUDHANKAM. Ngalor-ngidul ditemani hidangan angkringan sekitar lapangan. Kelihatan sepele namun buat saya hal ini cukup berarti. Di tengah padatnya pekerjaan masih saya dapatkan obrolan yang alami dan menyenangkan dari orang yang bahkan saya tidak mengenalnya. Suatu hal yang sangat manusiawi, di tengah hidup yang kian semrawut.

Memang sepakbola harusnya demikian adanya. Menjadikan manusia sebagai manusia.

Lalu, maka nikmat sepakbola tarkam mana lagi yang engkau dustakan?

Nyatanya, banyak manusia yang masih ingkar akan kenikmatan sepakbola tarkam. Jika ungkapan ingkar terlalu kasar, diksi yang lebih tepat adalah: ketidaktahuan.  Tarkam masih menjadi event musiman seperti pada perayaan kemerdekaan RI. Setelahnya yang hadir hanyalah penonton tetap dan supporter tim yang bertanding. Saya berharap tarkam menjadi ajang yang menghidupkan. Hidup secara keilmuan (analisis dan ilmu olahraga), kesehatan jasmani, sosial maupun ekonomi.

Tarkam harus menjadi wahana yang ramai dan hingar bingar dalam kesederhanaannya.

*Penulis dapat disapa di akun twitter @burung_kondor

JVGL

Fino alla fine, forza uhuuuy~