Artikel JVGL

Semifinal AFF 2022 dan Guna-Guna Allegri Ball

Penulis: Yan Setia Adi

(Bisa ditemukan di akun twitter @burung_kondor)

Pertandingan semifinal AFF 2022 antara Indonesia vs Vietnam berlangsung Jumat (6/1/2022). Pada fase-fase akhir kompetisi antarnegara ASEAN tersebut, ungkapan “Piala AFF lebih dari Piala Dunia” juga masih menyeruak. Ini merupakan ungkapan (atau ceng-cengan) yang dilontarkan khalayak umum yang sebagian besar penasaran, geregetan, antusias, dan sinis atas kiprah Timnas Indonesia di gelaran Piala AFF 2022. Betapa tidak, skuad Garuda—julukan Timnas Indonesia— yang enam kali lolos ke babak final dari 13 kali penyelenggaraan, tidak pernah sekalipun meraih gelar juara. Kondisi ini mirip nasib klub raksasa Italia Juventus dengan Liga Champions. Kerap bersua, tapi selalu kandas di pengakhiran. Tragis.

Lalu, mengapa Piala AFF 2022 dikatakan lebih dari Piala Dunia? Saya kira ungkapan ini tidak dilontarkan secara sekonyong-konyong. Bagi masyarakat (pencinta) sepakbola di Indonesia utamanya, Piala AFF menggaransi hal yang lebih dari sekadar sepakbola. Piala AFF adalah wahana sepakbola berbalut “mental games”, dibumbui sentimen sejarah dan rivalitas geopolitik antarbangsa. Mungkin di Piala Dunia terakhir ada pertemuan antara Iran vs USA, Serbia vs Swiss, dan lainnya. Namun, Piala AFF 2022 dapat “memastikan” Indonesia bertemu Malaysia sebagai rival sejak era (huruf kecil) Soekarno, Thailand sang rival abadi, dan yang terbaru Vietnam sejak 2016.

Semifinal kedua Piala AFF 2016 yang merupakan pertemuan terdahsyat antara Timnas Indonesia dengan Timnas Vietnam adalah manifestasi dari Allegri Ball, sebutan untuk skema permainan Juventus kini. Bagaimana tidak, skuad Garuda yang diserang “7 hari 7 malam” mampu menahan imbang Timnas Vietnam dengan 2 gol yang “aneh”. Gol pertama adalah blunder konyol pemain bertahan Vietnam dalam mengantisipasi umpan Boaz Solossa. Sementara gol kedua datang dari tendangan penalti hasil dari teknik guntingan khas pencak silat yang bagus dari kiper penggganti Vietnam. Saya kira kiper pengganti ini harusnya bergabung ke timnas Pencak Silat sajaatau turun ke gelanggang pencak dor yakni ajang pertarungan bebas tradisional yang lahir dari lingkungan pondok pesantren.

Berbicara mengenai Allegri Ball, ini adalah konsep seni bermain bertahan dipadu dengan kecerdikan memanfaatkan momentum dan atribut individual via transisi disertai penyelesaian akhir yang klinis. Konsep ini mengabaikan “standar estetika bermain” yang digaungkan para influencer, seperti tiki-taka dan possesion football. Saking buruknya, kadang pertahanan mencapai blok terendah (low block defense) dan seakan-akan enggan menyerang. Jarang bahkan tidak ada pressing seperti pada permainan gegenpressing, hanya menerima untuk diserang. Mirip seperti falsafah “Narimo ing Pandum”-nya orang Jawa (apakah Allegri belajar filsafat Jawa?)

Filosofi Allegri Ball hanya dapat berjalan dalam kondisi tertentu. Setidaknya, menurut saya, ada tiga syarat yang harus terpenuhi, yaitu pertahanan yang baik, efektivitas tinggi, serta konsistensi penciptaan ancaman. Trilogi di atas diperankan oleh semua pemain, tapi dalam kondisi khusus terdapat individu yang menentukan. Contohnya dalam hal memberikan ancaman ada Juan Cuadrado dengan faktor gocekan yang aksinya mengejutkan. Bahkan beberapa pendukung Inter Milan pun lebih segan kepada Cuadrado ketimbang lebih baik Cristiano Ronaldo saat itu.

Lalu bagaimana peluang Timnas Indonesia menggunakan taktik Allegri Ball pada pertandingan semifinal AFF 2022 melawan Vietnam? Mari kita bahas satu per satu.

Pertahanan. Timnas dalam 4 pertandingan babak penyisihan mencatatkan 3 kemasukan gol, rerata 4 intersep per pertandingan dan rerata 2 penyelamatan per pertandingan (di kalimat ini bisa dikasih keterangan Indonesia main berapa kali di babak grup). Suatu catatan yang cukup bagus. Namun, praktis hanya Kamboja dan Thailand yang permainannya cukup menggigit dalam babak penyisihan. Plus absennya penjaga gawang Nadeo Argawinata juga berpotensi mengancam stabilitas pertahanan Garuda. Dengan tidak mengecilkan Syahrul Trisna dan Riyandi, nyatanya Nadeo lebih panas karena jam terbang yang lebih di kompetisi AFF 2022. Di lini pertahanan, bek dan gelandang bertahan cukup solid. Prediksi duet bek tengah adalah Jordi Amat/Rizky Ridho–Fachrudin plus Asnawi-Arhan mungkin akan diturunkan. Peran gelandang akan dipegang oleh Marc Klok-Kambuaya-Marselino Ferdinan.

Konsistensi penciptaan ancaman. Wabil khusus dalam Allegri Ball, penciptaan ancaman terbesar bukan dari pembangunan (ceileh pembangunan, build up maksudnya) serangan dari bawah, melainkan  pemanfaatan transisi/serangan balik via visi bermain, akurasi umpan, kecepatan maupun pemosisian (positioning). Salah satu atau kombinasi dari ketiga faktor tersebut harus secara konstan dianggap sebagai ancaman bagi pertahanan lawan. Tidak peduli berapa kali frekuensi mengancamnya, namun ketika serangan dilancarkan minimal harus ada efek kejut sehingga menimbulkan kekacauan di pertahanan lawan. Kekacauan tadi akan menyebabkan penciptaan peluang bernilai tinggi, mulai dari pelanggaran (set piece) hingga gol bunuh diri. Semifinal kedua AFF 2016 dan semifinal Coppa Italia (Juventus vs Fiorentina) telah membuktikan bahwa dari situasi yang bahkan tidak berbahaya, bisa terjadi gol bunuh diri.

Nah dari faktor ini, jelas Timnas Indonesia sangat bisa melakukannya. Terhitung ada 11 pemain di 6 posisi berbeda memiliki atribut kecepatan dan skill mumpuni. Namun, di luar potensinya terdapat kekurangannya, yaitu visi dan pengambilan keputusan. Bahwa sebaik apapun skill dan kecepatan, tiada berguna tanpa visi dan keputusan yang baik. Jika Egy Maulana Vikri, Marselino atau siapapun yang ditempatkan sebagai playmaker lebih punya visi dan eksekusi yang ciamik, saya kira Indonesia akan kembali tampil mengejutkan.

Efektivitas tinggi. Penciptaan gol adalah masalah terbesar Garuda saat ini. Sering sekali terjadi situasi penciptaan peluang gagal dikonversi menjadi gol. Pada 3 pertandingan babak penyisihan, konversi gol Timnas Indonesia di bawah 50%. Hanya pada pertandingan melawan Brunei Darussalam saja anak asuh Shin Tae-yong bermain efektif yakni bisa mencetak 7 gol dari 13 shots on target. Faktornya adalah pengambilan keputusan yang keliru, individualistik dan buruknya penyelesaian akhir. Bukan semata tanggung jawab dari pemain depan, melainkan organisasi permainan secara menyeluruh.

Sumber: https://www.affmitsubishielectriccup.com/

Pada pertandingan seminifinal AFF 2022 melawan Vietnam nanti dapat diprediksi bahwa kesempatan Indonesia untuk menyerang tidak sedominan melawan Kamboja, Brunei, dan Filipina. Lebih cenderung mirip ke pertandingan vs Thailand. Karena itu, penyelesaian akhir harus sangat efektif. Indonesia harus menanamkan idiom “tidak ada kesempatan kedua” saat melakukan serangan dan penyelesaian. Idiom yang harus ditaati oleh seluruh tim agar setiap momentum menjadi berharga dan benar-benar dicermati. Ego individual harus diredam. Pengambilan keputusan wajib presisi dan penyelesaian yang klinis akan membawa kemenangan bagi Garuda. Prediksi pemain depan akan diperankan oleh trio Witan Sulaeman-Ilija Spasojevic-Saddil Ramdani dalam skema 4-3-3.

Di luar faktor tersebut, tentu perlu memperhitungkan faktor lainnya. Salah satunya adalah bagaimana racikan pelatih Vietnam Park Hang Seo dalam pertandingan ini. Jika diasumsikan pertandingan akan berjalan seperti melawan Malaysia, tentu Allegri Ball ini akan berjalan. Syaratnya, kelemahan timnas di babak penyisihan diperbaiki, terutama pada aspek transisi menyerang dan penyelesaian akhir. Plus dengan genetika Vietnam yang berkarakter keras, Indonesia wajib waspada. Selain itu, Indonesia patut menandai setidaknya dua veteran yang bersua pada 2016, yaitu Vu Van Thanh, Nguyen Van Toan, plus senior Nguyen Van Quyet. Ketika semua aspek teknis telah genap, bekal mental haram dilupakan mengingat partai ini selalu menjadi “mental game” yang penuh intrik, drama, tensi tinggi, dan tekanan yang luar biasa. Berkaca dari partai vs Malaysia juga, bek kiri Vietnam (Doan van Hau) yang berani melakukan permainan keras (menjurus ke kasar) dan provokatif ala Sergio Ramos. Dengan karakter yang identik, jangan sampai arena semifinal AFF 2022 berubah menjadi tawuran massal.

Akhirnya, marilah kita nikmati wahana sepakbola Asia Tenggara yang telah mencapai semifinal. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Piala AFF 2022 adalah kejuaraan yang dramaturgi sepakbolanya hampir mencapai paripurna. Toh bila menonton sepakbola hanya melulu mencari ideal dan kesempurnaan, niscaya kenikmatannya tidak akan hadir karena sibuk mencari kekurangan. Ini sama seperti Allegri Ball yang mungkin tidak indah karena puncak estetika pertandingan ada pada kemenangan. Winner takes all!

Selamat Hari Raya Sepakbola Asia Tenggara!

Sumber statistik:

https://www.affmitsubishielectriccup.com/2022/match-centre?view=preview&id=2329246

https://www.affmitsubishielectriccup.com/2022/match-centre?view=preview&id=2329249

https://www.affmitsubishielectriccup.com/2022/match-centre?view=preview&id=2329251

https://www.affmitsubishielectriccup.com/2022/match-centre?view=preview&id=2329253

JVGL

Fino alla fine, forza uhuuuy~