Artikel JVGL

Malam Nestapa Italia dan Mimpi Makedonia Utara

Penulis: Fandhy Achmad Romadhon

Renzo Barbera, 24 Maret 2022. Malam itu, mereka melewatkan malam besar dengan tangis, tawa, dan bergembira. Terlalu banyak hal yang ada di benak setiap kepala, perihal segala mimpi yang musnah dan mimpi yang tiba-tiba membara, mimpi untuk tampil di Piala Dunia. Mereka datang dengan status tamu. Tamu kehormatan yang kami sambut dengan hangat, sehangat berondongan tiga puluh dua tembakan ke gawang mereka. Namun, tidak ada satu pun tembakan yang berhasil membobol gawang tim tamu. Betapa majalnya lini serang kami, betapa buruknya peruntungan kami.

Sembilan puluh menit terasa begitu singkat bagi kami, tapi bagi mereka semua terasa begitu lama. Selama 90 menit, yang mereka lakukan hanyalah bertahan, bertahan, dan bertahan. Mereka bukan tidak punya peluang. Hanya saja, segala peluang mereka tertutupi oleh betapa banyaknya peluang yang kami punya. Namun, Dewi Fortuna masih enggan untuk menentukan pilihannya, mau berpihak kepada siapa. Italia atau Makedonia Utara.

Dari pinggir lapangan, asisten sang pengadil pertandingan datang dan memamerkan angka lima kepada siapa saja yang ada. Lima menit tambahan waktu, pertandingan belum usai, tapi bagi Dewi Fortuna semuanya sudah usai. Semua bermula dari tendangan gawang kiper Makedonia Utara yang terbang tinggi melewati garis tengah lapangan. Terjadi duel udara yang dimenangkan oleh Bojan Miovski, bola jatuh ke pemain sayap mereka, Aleksandar Trajkovski. Bola masih jauh dari gawang, kami merasa aman, namun bagi dia itu semua adalah kesempatan. Kesempatan untuk melakukan tendangan jarak jauh, yang entah bagaimana, bola meluncur mulus melewati jangkauan tangan kiper kami.

Gol! Italia (0) – Makedonia Utara (1).

Semua terjadi di menit kedua tambahan waktu. Sial bagi kami, tiga menit waktu yang tersisa tidak cukup untuk membalasnya. Semuanya sudah terjadi. Semuanya sudah terjadi. Semuanya menjadi nyata ketika peluit panjang dibunyikan. Seketika kenangan empat tahun lalu terulang kembali. Italia kembali gagal lolos ke Piala Dunia untuk kali kedua, secara beruntun.

Makedonia Utara

Tidak pernah ada khayalan-khayalan yang lebih liar daripada khayalan bisa mengalahkan Italia di kandang mereka sendiri. Apalagi hal itu dilakukan oleh kami, Makedonia Utara, negara yang selama ini sering dianggap sebelah mata, dan seringkali dianggap sebagai tim penggembira saja. Tapi siapa sangka, khayalan-khalayan itu dibarengi usaha dan restu Dewi Fortuna segalanya bisa menjadi nyata. Kami masih menganggap kemenangan di kendang Jerman beberapa waktu lalu hanya kebetulan. Namun, siapa yang menyangka bila akhirnya kami harus kembali berhadapan dengan raksasa sepakbola, Italia, di kandang mereka. Dengan status jawara Eropa pula, dan epiknya, kami bisa mengalahkan mereka.

Makedonia Utara lolos ke babak final play-off. Di final, kami sudah ditunggu oleh Portugal, yang berhasil mengatasi perlawanan Turki. Portugal tentu begitu berhasrat untuk lolos ke Piala Dunia, apalagi ditambah kenyataan bahwa Megabintang mereka, Cristiano Ronaldo sudah sedemikian beranjak tua, dan mungkin Piala Dunia Qatar bisa menjadi turnamen internasional terakhirnya. Khayalan-khayalan liar kembali menyala di dalam kepala kami. Apa jadinya jika kemudian kami kembali bisa menciptakan keajaiban. Mengalahkan Portugal, sekaligus lolos ke Piala Dunia untuk kali pertama. Ah sungguh sangat sulit untuk membayangkannya.

Pada akhirnya, tidak ada hal lain yang bisa kami lakukan, selain berusaha, berusaha, dan terus berusaha untuk mengupayakan segala hal. Bila memungkinkan, kami akan kembali menerapkan taktik yang sama, seperti ketika mengalahkan Italia. Semoga saja, Dewi Fortuna berpihak kepada kami. Hanya saja, apapun hasil akhirnya nanti, semuanya akan menjadi sama saja. Mau menang atau kalah, mau lolos atau tidak, kami sudah berjuang dan berusaha sekuat tenaga, sebaik-baiknya.

Salam, dari Makedonia Utara.

Sampai Jumpa di Qatar.

Penalti yang Menghantui

Mimpi buruk itu masih menghantui saya, perihal kegagalan-kegagalan penalti yang krusial selama babak kualifikasi. Entah itu lawan Swiss atau lawan Bulgaria, semuanya masih tetap sama, terasa begitu pedihnya. Semakin pedih, apabila menyadari bahwa kegagalan itu menyeret Italia ke babak play-off Piala Dunia untuk menghadapi Makedonia Utara. Semua akan terasa baik-baik saja, jika kami bisa mengalahkan mereka. Namun, sayangnya kami kalah.

Tidak ada yang salah dengan permainan kami, semua berjalan seperti intruksi pelatih. Hal ini dibuktikan dengan statistik yang kami hasilkan selama pertandingan. 32 tendangan berbanding 4 tendangan, dengan penguasaan bola mencapai 65% berbanding 35%, menunjukkan bahwa kami begitu mendominasi pertandingan. Tapi, begitulah kejamnya sepakbola, angka-angka itu semua hanyalah statistika belaka, tidak ada akhirnya. Keunggulan itu menjadi tidak ada gunanya apabila dibandingkan jumlah tendangan mereka yang begitu minim bisa menghasilkan sebuah gol. Pedihnya lagi, gol itu tercipta di masa tambahan waktu babak kedua.

Sorak-sorai kegembiraan para pemain Makedonia Utara masih terngiang jelas di dalam kepala. Kegembiraan akan euforia kemenangan yang begitu familiar, yang beberapa waktu lalu saya rasakan dalam kemenangan Piala Eropa dan Liga Champions. Namun kini, semuanya sudah berganti dengan rasa penyesalan yang saya akui akan menghantui seumur hidup saya. Termasuk kegagalan-kegagalan tendangan penalti saya di waktu krusial.

Saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Sedih sekali rasanya.

Segalanya sudah terjadi.
Italia kembali gagal lolos Piala Dunia untuk kedua kali.

Sport illustrator Wiskie_

JVGL

Fino alla fine, forza uhuuuy~

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *