Artikel JVGL

Teknikal Minggir Dulu, Klenik Mau Lewat!

Sepakbola dan klenik adalah dua hal yang berbeda, namun sebetulnya punya tujuan yang sama, yakni ‘’kemenangan’’. Yang satu berupa prestasi, satunya lagi berupa monetisasi. Kaya YouTube aja ya? Tapi memang begitu.

Klenik, mistik, atau bagaimanapun orang menyebutnya. Memang ibarat buah cherry di pucuk kue ulang tahun. Menggoda untuk disantap terlebih dulu. Padahal rasanya sendiri belum tentu cocok dengan kuenya.

Menjelaskan klenik ini sendiri agak susah. Fenomenanya ada, tapi tak bisa dibuktikan. Atau tepatnya, belum banyak yang bisa dijelaskan oleh sains. Terlebih, banyak dari kita yang senang cocoklogi. Apa-apa dicocok-cocokin. Maka jangan heran, fenomena klenik masih dipercaya sampai saat ini, termasuk oleh pelaku sepakbola.

Di dalam sepakbola, khususnya di Indonesia. Klenik dan sepakbola bisa berjalan berdampingan. Bahasa gaulnya, “kolabs”. Persis kaya YouTuber.

Seringkali banyak pelaku sepakbola yang mengejar prestasi, dengan menghalalkan segala cara. Alih-alih bertanding secara sportif. Mereka justru memilih jalan pintas, meminta bantuan pelaku klenik. Kita banyak menyebutnya dukun, orang pintar, paranormal, bahkan ada yang bilang anak Indihome. Bukan deng… Indihome mah temennya Indra Bekti.

Saya jadi ingat, sewaktu masih aktif di berbagai kompetisi sepakbola “tarkam” (antar tarkam), di mana dulu, saya baru tau bahwa main bola itu bukan hanya soal teknis, melainkan juga ada sisi “non teknis” yang mempengaruhinya. Dan itu adalah klenik.

Dulu saya masih begitu polos, jangankan klenik-klenikan. Enak-enakan saja saya belum pernah.

Klenik bagi saya cuma sebuah mitos belaka. Sebab yang saya tau, hasil akhir di sepakbola itu ditentukan oleh peluit wasit. Bukan ditentukan klenik. Iya kan? Kalau tidak ada bunyi peluit, maka para pemain bisa wasir. HAHAHAHA. Mudah-mudahan yang tadi itu lucu.

Sayangnya, semua yang saya percayai terbantahkan saat saya ikut klub sepakbola di kampung. Ternyata klenik-klenikan itu nyata dan benar adanya.

Nyata di sini maksudnya, bahwa masih banyak orang yang percaya dengan dunia perklenikan semacam ini. Padahal kan jaman sudah maju, sudah ada televisi, radio, bahkan Nokia 3310. Benar di sini maksudnya adalah, bahwa di klub sepakbola yang saya bela dulu, pengurusnya sampai menempuh cara-cara klenik yang di luar nalar.

Walau saat itu saya masih pelajar, saya sudah cukup bisa membedakan mana hal logis, mana hal irasional. Rasanya mustahil, pemain bola mendadak jago, hanya lewat melafalkan “aji-ajian”. Atau yang paling absurd lagi, rasanya tak mungkin, cuaca bisa direquest sesuka hati lewat pawang hujan.

Menurut saya, klenik itu pembodohan. Orang yang mempercayainya, sama saja sedang membodohi dirinya sendiri.

Saya masih ingat betul, tiap-tiap pemain di tiap-tiap posisi, punya ritual khusus yang berbeda-beda. Penjaga gawang, misalnya. Biasanya diberi amanat untuk membaca mantra-mantra tertentu, dengan cara berjalan dari tiang gawang kiri, menuju ke tiang kanan sambil menahan napas. Gimana caranya, coba? Baca mantra sambil tahan napas.

Sempat kepikiran juga sih, kenapa harus dari kiri ke kanan? Kenapa bukan dari kanan ke kiri? Dari atas ke bawah, dari kaya ke miskin, atau dari aku, ke kamu? (Jangan diklik!)

Tapi ya balik lagi, buat saya hal mistis begini tak perlu saya pikirkan. Biarlah menjadi misteri Ilahi layaknya pertanyaan, “Kapan Buffon mengangkat piala UCL?” Tapi kenapa saya bisa kepikiran ya? Hayo, kenapa coba?

Lanjut ke ritual pemain bertahan, biasanya pemain di posisi ini, tidak diberi amanat atau doa-doa khusus sih. Melainkan dibekali “sabuk”, atau sederhananya, sabuk sakti rahasia-lah.

Sabuk ini isinya berupa kertas yang bertuliskan huruf arab gundul, yang sampai sekarang pun masih jadi pertanyaan di benak saya, “Ngapain main bola pake sabuk? Emangnya naik Pesawat Terbang, pake sabuk pengaman?”

Di barisan pemain depan, kebetulan saya sendiri yang berada di Posyandu, eits, maksudnya di pos itu. Biasanya, saya “dibekali” dua hal klenik, pertama, saya diberikan sabuk sakti, seperti kawan-kawan saya di lini belakang.

Yang kedua, saya diberi instruksi, jika saya mendapatkan bola di sepak mula babak pertama. Saya diwajibkan mengoper bola ke belakang, menggunakan tumit, bukan dengan tangan. Karena kita itu bermain sepakbola, bukan bermain biola. HAHAHAHAHA. Lucu banget AC Milan musim lalu.

Ups, saking semangatnya, saya sampai terlewat “bekal” untuk pemain tengah. Nah, untuk pemain di posisi ini, malah lebih aneh lagi dari semuanya. Sebab mereka tidak dibekali apapun berupa fisik, melainkan cuma diberi arahan “CELANA DALAM KALIAN DIBALIK ‘’.

Katanya sih, pemain tengah ini kan merupakan otak permainan tim. Jadi, jika tim lawan menggunakan “ajian” lain, para pemain sudah menangkalnya dengan cara “membalik celana dalam”.

Aneh betul memang jika dipikir-pikir, di mana sepakbola ditentukan dengan hal-hal klenik macam ini. Tapi kalau kita telusuri fenomena yang sama, ternyata hal ini tak cuma terjadi di kampung saya. Di luar negeri juga ada.

Di Juve, misalnya. Rupanya Cristiano Ronaldo punya ritual unik di setiap hendak menjalani pertandingan. Konon, sebelum bermain, Ronaldo kerap mendengarkan musik lewat ipod jadulnya.

Ya, emang bukan klenik sih, tapi kan dia bisa dengerin musik lewat Spotify, Joox, atau StafaBand. Masa lewat ipod jadul? Aneh kan? Emangnya ipod bisa nambahin stamina, gitu? Eh, bentar-bentar, kayaknya ini mah saya yang klenik ya? Nyocok-nyocokin sembarangan 

Atau yang lebih aneh lagi, John Terry. Tiap bermain di kandang, ia selalu menggunakan toilet yang pertama kali dia pakai, saat pertama bergabung dengan Chelsea. Biar apa coba? Emang kalo pake toilet lain, dia ga bisa fokus di pertandingan, gitu? Enggak kan?

Oke, ini sih kesannya emang saya lagi yang klenik sih. Tapi intinya, di hampir semua tempat, ada kepercayaan-kepercayaan aneh, yg dilakukan banyak pesepakbola sebelum bertanding. Indonesia bukan satu-satunya. Walau, Indonesia paling ga rasional sih 

Dan satu hal lagi yang paling menggelitik saya tentang klenik dan sepakbola, terjadi saat kedigdayaan Timnas U-19 era Evan Dimas, di mana pelatih Timnas saat itu, Indra Sjafri, sampai harus berkonsultasi dengan salah satu ahli metafisika, Arkand Bodhana Zeshaprajna.

Konon Arkand bertugas memberi masukan kepada pelatih, mengenai komposisi pemain yang akan bertanding, apakah membawa keberuntungan bagi tim, atau tidak? Hasilnya memang Timnas berhasil lolos ke putaran final Piala Asia U-19. Tapi kan ini sama saja mengecilkan perjuangan para pemain yang berlaga saat itu? Iya ga sih? Iya kan?

Sepakbola memang banyak dipengaruhi oleh hal-hal non teknis, dan fenomena klenik ini adalah salah satu di dalamnya. Dipercaya atau tidak, saya lebih memilih untuk berpegang pada hal-hal yang logis saja.

Jika setiap pertandingan, bisa dimenangkan lewat jalan klenik. Maka untuk apa ada sepakbola? Kenapa kita bukan nonton dukunnya saja yang “adu ilmu”?

Lagipula jika pertandingan yang diyakini menang karena dibantu dengan cara-cara klenik, bagi saya tak lebih dari sekadar kebetulan belaka.

Jika klenik memang ampuh, bukankah seharusnya AC Milan meraih scudetto di Desember lalu? Jika klenik memang mujarab, bukankah seharusnya Ibrahimovic jadi MVP di musim lalu?

Sama halnya dengan mempercayai Buffon yang dinaungi kutukan di Liga Champions. Konon kutukannya belum bisa hilang jika Buffon tak mengakui gol Muntari. Bukankah percaya beginian, klenik juga namanya?

Ketimbang percaya dengan yang begituan, saya justru memilih mencari penjelasan logis. Bahwa mungkin saja sebetulnya Buffon bukan sedang dinaungi kutukan Muntari, melainkan karma dari penjaga warung di tempat latihan Juventus.

Soalnya Buffon makan gorengan 15, tapi ngakunya cuma makan 2. Bisa aja kan?

Ga lucu lagi ya? 

Fino Alla Fine Forza Uhuy!

JVGL

Fino alla fine, forza uhuuuy~

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *